Sertifikasi Halal Penting dan Perlu!

22:28 Posted In , , , , , , , , , , , Edit This

Konsumen saat ini semakin kritis. Mereka tidak sekadar menuntut produk yang higienis dan terjamin kandungan gizinya, tetapi bagi yang Muslim, salah satu yang jadi concern mereka adalah juga kehalalannya. Dan, label halal pun menjadi kunci dalam memutuskan membeli atau tidak suatu produk.

Bi… kok kuenya ga ada label halalnya?” ujar seorang gadis kecil yang saat ini masih duduk di kelas V SD seraya mengamati kemasan cake gulung asal Malaysia yang masih belum luas beredar di sini. Akun sebagai ayahnya, yang jauh-jauh datang dari Jakarta sambil membawa snack itu, tidak terlalu terkejut. Karena dia sudah mengerti benar, Jamilah gadis kecilnya itu tidak akan langsung memakannya, walaupun nge-fans berat dengan snack semacam buah tangan yang dibawanya itu. Ia sudah menyangka anaknya yang memang dikenal kritis soal label halal akan mempertanyakan kehalalan snack yang dibawanya.
”Jamilah nggak bisa makan ini karena bungkusnya nggak ada label halalnya,” kata Jamilah kemudian. Tapi ia akhirnya langsung menyantap cake gulung yang enak itu, setelah Akun menunjukkan label halal kecil versi Jakim (LPPOM MUI nya Malaysia) di bagian belakang kemasan. Dan senyum Jamilah pun mengembang “Enak, bi… “ katanya. Akun menukas “dan halal insyaallah.”

Menurut Jamilah, label halal baginya merupakan keharusan. Semenarik apapun makanan itu, jika pada kemasannya tidak mencantumkan label halal, maka lebih baik baginya untuk melupakannya. Pernyataan Jamilah yang masih kecil ini yang juga diaminkan oleh Abdul Karim kakaknya yang sedang puber, secara menakjubkan mereka berdua memberlakukan ‘hukum’ itu saat memilih tempat makan. Makanya, walaupun kata orang-orang makanan Restoran Jepang X lezat rasanya (mereka berdua menyebut nama sebuah restoran terkenal-red), Jamilah dan Abdul Karim tak tertarik mencoba karena tidak terjamin kehalalannya.

Hal yang sama dilakukan juga oleh Akun, ayah mereka yang mantan pengelola sebuah majalah Islam. Menurutnya, hal pertama yang dilakukan -jika berbelanja produk makanan yang akan diberikan kepada keluarganya- adalah labelnya. Dari label, yang dilihat pertama kali adalah jaminan kehalalan makanan itu. Dan prinsip inilah yang ditularkan ke anak-anaknya sehingga mereka kritis seperti Jamilah dan Abdul Karim.


Sekadar label halal (baca: label halal resmi dari LP POM-MUI) tidaklah cukup. Menurut Akun, yang juga penting adalah nomor registrasi dari Departemen Kesehatan atau BPOM. ”Ijin Depkes atau BPOM adalah syarat penting juga selain label halal (resmi-red),” tandasnya. Selain itu menurut Akun, banyak produsen yang mencantumkan tulisan halal pada kemasannya, padahal produknya belum terjamin kehalalannya. Karena label halalnya tidak disertai dengan Nomor sertifikat halal yang dikeluarkan oleh LP POM-MUI.. ”Selain itu kalau tak ada nomor registrasi Depkes atau dari BPOM, itu artinya produk yang dijual adalah produk yang belum tentu thoyyib dan aman dikonsumsi,” imbuhnya.


Tuntutan konsumen akan produk halal belakangan memang semakin besar. Diakui atau tidak, konsumen Muslim saat ini makin kritis. Mereka tidak sekedar menuntut produk yang higienis dan terjamin kandungan gizinya, tetapi juga kehalalannya. Kasus yang pernah merebak semacam bumbu masak Ajinomoto yang begitu besar menarik reaksi publik adalah satu contohnya.

Di sisi lain, animo produsen untuk mensertifikat-halalkan produknya juga semakin tinggi. Pejabat LP POM MUI dalam salah satu situs nya menyatakan hampir tidak ada waktu tanpa pengujian bagi para peneliti di LPPOM MUI. Apalagi, sejak Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) menyerahkan sepenuhnya urusan kehalalan ini kepada LPPOM MUI.

Sebelumnya, memang ada dua model sertifikasi halal, dari MUI dan Direktorat POM. Namun belakangan, BPOM telah menyerahkan sepenuhnya sertifikasi halal ini kepada Komisi Fatwa MUI. Berdasar fatwa MUI ini, BPOM akan memberi persetujuan pencantuman label halal bagi yang memperoleh sertifikat halal, atau memberi penolakan bagi yang tidak mengantongi sertifikat halal. Kerjasama itu jelas memberikan jaminan kehalalan bagi konsumen muslim dalam menggunakan produk yang dikonsumsinya.

Kerjasama Depkes dan LPPOM MUI sudah sampai pada taraf menjamin suatu produk halal dan thoyib. Sehingga dari segi agama aman dan dari segi kesehatan pun demikian. Bagi konsumen dan produsen, satu pintu sertifikasi halal ini memang menguntungkan. Setidaknya tidak banyak meja yang harus dilalui, sehingga menghemat biaya yang biasanya akan dibebankan kepada konsumen.

Amat dirasakan adanya ’semangat’ akan tuntutan sertifikasi halal di tengah-tengah konsumen, utamanya yang beragama Islam. Namun sejauh ini, belum ada angka pasti untuk mengukur tingkat kepedulian konsumen Muslim terhadap produk halal ini. Karena masih belum ada lembaga resmi yang mengadakan survei tentang hal ini.

Sebenarnya, yang berkepentingan terhadap sertifikat halal itu bukan hanya konsumen saja, tetapi juga produsen. Bagi masyarakat Indonesia yang tingkat intelektualitasnya semakin meningkat dan makin kritis, produk halal menjadi keharusan. Sertifikasi halal mau tidak mau menjadi salah satu prasyarat untuk memenangkan kompetisi pasar.

Hanya saja perlu dicatat, karena masyarakat awam melihat kehalalan hanya dari labelnya saja, maka harus ada lembaga yang menjamin bahwa produk bersertifikat halal itu benar-benar selalu halal. Artinya mestinya ada mekanisme pengawasan yang sangat ketat untuk mengawasi pasca pemberian sertifikat.

Tanpa pengawasan, maka label “halal” selanjutnya akan berkembang menuruti selera produsennya. Padahal ketentuan halal-haram adalah masalah krusial bagi konsumen.

Itu pe-er terpenting yang garus dikerjakan oleh LP POM -MUI, Termasuk memikirkan kemungkinan membuat laboratorium pengujian sendiri – yang selama ini masih nebeng pada Institut Pertanian Bogor (IPB). Bukan itu saja, ada pekerjaan rumah yang lain bagi LPPOM. Dari survei yang dilakukan lembaga itu di wilayah Jabotabek dan kota besar lainnya di Jawa, ditemukan tak kurang dari 69 produk yang mencantumkan label halal bukan atas rekomendasi baik Depkes maupun MUI. Produk tersebut sebagian besar adalah produk permen yang menggunakan gelatin. Jangan-jangan produk lainnya juga begitu……

Di sisi lain, ada juga perusahaan yang baru mendapat sertifikat halal untuk beberapa jenis produk langsung mengklaim semua produknya halal. Ada juga produk yang awalnya telah mendapat sertifikat halal MUI (masa berlakunya selama dua tahun) namun setelah habis tidak diperpanjang lagi. Sementara sertifikat halal itu juga tidak pernah dicabut lagi. Jika sistem produksi yang digunakan masih sama, barangkali bukan masalah. tapi jika lantas mengubah sistem, baik sebagian atau secara keseluruhan yang berpengaruh terhadap kehalaln produk, maka konsumenlah yang dirugikan. Informasi ini yang akan dijembatani oleh LPPOM MUI agar bisa sampai ke tangan konsumen melalui situs mereka www.halal-MUI.com, atau situs yang bekerja sama secara official dengan mereka, misalnya web.halalguide.info, serta media lainnya.

Akhirnya, bila Anda adalah produsen dari produk makanan/minuman yang jeli melihat kemauan pasar, segeralah urus sertifikasi halal produk Anda. Dijamin konsumen muslim yang berprinsip seperti keluarga Akun di atas akan jadi pelanggan setia Anda. Dan jumlah mereka di Indonesia ini sekitar 160 juta loh!

sumber : infohalal.wordpress.com



INDAH FASHION

ONLINE&OFFLINE SHOP
SALE MATERNITY/BIG SIZE& BREASTFEEDING CLOTHES/UNDERWEAR , BABY UNTIL 5 YEARS BRANDED (CUBITUS,ETC) CLOTHES,DRESS,WOMAN JEANS PANTS NEW&REASONABLE,BRANDED WOMAN&MAN WEB (LV,ETC), http://indahfashion.blogspot.com
e-mail:sweetye_indah@yahoo.com

Also visit, http://indahlifestyle-healthy.blogspot.com

http://indahmoney.blogspot.com

http://indaherbal.blogspot.com

http://indahcareer.blogspot.com

http://indahbrand.blogspot.com


Custom Search

PUT INDAH FASHION BANNER

FEED BURNER

growurl

GrowUrl.com - growing your website