Care For My Toddler's Teeth?

23:31 Posted In , , , , Edit This
How Do I Care for My Toddler's Teeth?

Passing on good oral habits to your child is one of the most important health lessons you can teach them. This means helping him or her brush twice a day, showing the proper way to floss, limiting between-meal snacks and seeing your dentist regularly.

Most dentists recommend that children start their dental visits by the age of two. In addition to giving your dentist a chance to monitor your child's dental growth and development, this is your chance to learn about tooth development, the need for fluoride, how to help your child maintain proper oral hygiene, how to deal with your child's oral habits (such as pacifier use), diet and nutrition, and how to prevent oral injuries.

Always emphasize that a dental visit is a positive experience. Explain to your child that visiting the dentist helps maintain good oral health. By fostering a positive attitude, you'll increase the chances that your child will see a dentist regularly throughout life.

What Should I Do When My Toddler's Teeth Begin to Erupt?
Teeth start to erupt at about 6 months and continue until age 3. This causes many children to have tender gums, which can make them irritable. It helps to rub the gums with your finger, a small cool spoon or a frozen teething ring that's been placed in the freezer. There are also pain relief gels and medications available for use when babies are teething. Ask your dentist or pediatrician about these medications. If your child has a fever when teething, it's best to contact your physician to rule out the possibility of some other kind of condition.

What's the Proper Way to Brush My Toddler's Teeth?
It's a good idea to supervise your child's brushing until the age of 6, following the guidelines below:

* Use a pea-sized amount of an ADA-accepted fluoride toothpaste. Take care that your child doesn't swallow the paste.
* Use a toothbrush with soft bristles, brush inside surfaces of all teeth first, where plaque accumulates most. Angle bristles toward the gumline. Brush gently back and forth.
* Clean all outside surfaces of teeth. Angle bristles toward the gumline. Brush gently back and forth.
* Place brush so bristles are on the chewing surface of the teeth. Brush gently back and forth.

Is Thumb or Finger Sucking a Problem and How Can I Treat it?
The sucking reflex is normal and healthy in babies. However, a thumb or finger sucking habit can cause problems with the growth of the mouth and jaw, and position of teeth, if it continues after permanent teeth have erupted, between four and seven years of age. Front teeth that point outwards (sometimes called buck teeth) and an open bite may result from habitual thumb or finger sucking. This can cause problems in adulthood that include premature tooth wear, increased dental decay and discomfort on biting. Sucking on pacifiers after permanent teeth have erupted may cause similar problems.

The best way to deal with thumb or finger sucking is through positive reinforcement, not negative words or behavior. Your child is only doing what feels natural to him or her. Praise your child when he is not sucking his thumb/finger. You may also want to focus on correcting the anxiety that's causing your child to suck her thumb/finger. You can remind your child of the habit by bandaging the thumb/finger, or putting on a sock over his hand at night. Bitter-tasting medication to coat the thumb can also be prescribed by your dentist or pediatrician.

reference: website colgate.com


Siapa bilang gigi susu tidak perlu dirawat

23:22 Posted In , , , Edit This
Siapa bilang gigi susu tidak perlu dirawat
Oleh admin pada Thu, 03/20/2008 - 06:31.

Anda keliru jika beranggapan bahwa gigi susu tak perlu perawatan khusus. Gigi susu yang terawat dengan baik merupakan cikal bakal geligi yang sehat dan rapi.

Gigi susu atau sering juga disebut gigi sulung, gigi sementara, ataupun gigi desidui, berjumlah 20 buah. Gigi susu tersusun pada rahang atas 10 buah, dan pada rahang bawah 10 buah.

Masih banyak orangtua beranggapan bahwa gigi susu tak penting, karena keberadaannya bersifat sementara dan nantinya akan digantikan oleh gigi permanen yang dalam keadaan normal akan berada selamanya di dalam rongga mulut. Anggapan tersebut keliru mengingat peran dan fungsi gigi susu yang sangat penting.

Fungsi gigi susu

1.Berperan dalam pengunyahan, membantu memudahkan pencernaan dan penyerapan zat gizi makanan. Hal ini sangat penting mengingat masa anak-anak merupakan masa aktif pertumbuhan dan perkembangan. Karena itu keadaan gigi dan rongga mulut yang sehat sangat diperlukan.

2.Merangsang pertumbuhan tulang rahang karena adanya aktifitas pengunyahan. Berkaitan dengan itu, orangtua diharapkan memperhatikan anaknya dalam mengunyah makanan, dan memberitahu cara yang benar dalam soal mengunyah makanan. Pengunyahan yang baik dilakukan pada kedua sisi rahang (kanan dan kiri) untuk merangsang pertumbuhan tulang secara seimbang.

Salah satu tanda yang mudah dikenali apabila anak mempunyai kebiasaan mengunyah hanya pada satu sisi rahang saja adalah sisi yang jarang digunakan akan tampak lebih kotor dibanding sisi yang sering dipakai mengunyah.

3.Mempertahankan ruangan dalam lengkung gigi sebagai persiapan pertumbuhan gigi permanen—yang akan menggantikan gigi susu. Juga menentukan arah pertumbuhan gigi penggantinya. Sebagai contoh gigi geraham susu mempunyai dua akar dan di antara dua akar gigi tersebut terletak benih gigi penggantinya.

Arah pertumbuhan gigi pengganti akan sejalan dengan arah atau jalan tanggalnya gigi susu. Apabila gigi susu-oleh karena suatu sebab-terpaksa dicabut sebelum waktunya, maka gigi yang terletak di depan ataupun di belakang gigi yang terpaksa dicabut akan bergeser ke tempat bekas gigi yang dicabut. Akibatnya ruangan tumbuh gigi menjadi sempit. Ini mengakibatkan kekurangan ruang untuk gigi permanennya kelak. Gigi pengganti juga akan kehilangan penuntun arah pemunculannya ke rongga mulut. Dampaknya, gigi penggantinya tumbuh berjejal dan salah arah.

4.Berperan dalam pengucapan huruf-huruf tertentu. Kehilangan atau kerusakan parah pada gigi seri yang terlalu awal dapat menimbulkan kesulitan dalam pengucapan huruf-huruf seperti; F, V, S, Z, Th. Namun kesulitan pengucapan huruf-huruf tersebut dapat dikoreksi setelah gigi penggantinya muncul.

5.Estetika. Gigi susu punya andil dalam menjaga estetika. Bila gigi susunya terawat baik penampilan anak lebih lucu, lebih menarik, dan lebih sehat kalau mereka tersenyum dengan gigi-gigi yang utuh dan bersih.

Kapan gigi susu tumbuh?
Banyak ibu merasa khawatir kalau bayinya yang berumur lebih dari 6 bulan belum juga memiliki gigi. Tumbuhnya gigi di rongga mulut memang dipengaruhi banyak hal, antara lain riwayat kehamilan, riwayat kelahiran, apakah bayi lahir cukup umur dengan berat dan panjang badan normal, riwayat kesehatan bayi, maupun status gizi bayi.

Menurut penelitian, bayi yang lahir prematur, lahir dengan berat badan rendah, pertumbuhan giginya akan lebih lambat. Bayi dengan status gizi yang kurang pertumbuhannya terhambat, dan ini berkaitan dengan pertumbuhan gigi, karena berkaitan dengan pertumbuhan gigi dan tulang rahang, yang merupakan bagian dari pertumbuhan anak secara umum.

Berikut panduan perkiraan waktu tumbuhnya gigi susu ke rongga mulut (menurut Lunt & Law)

Rahang atas Rahang bawah
Gigi seri pertama 8-12 bulan (rata-rata 10 bulan) 6-12 bulan (rata-rata 8 bulan)
Gigi seri kedua 9-13 bulan (rata-rata 11 bulan) 10-16 bulan (rata-rata 13 bulan)
Gigi taring 16-22 bulan (rata-rata 19 bulan) 17-23 bulan (rata-rata 20 bulan)
Gigi geraham pertama 13-19 bulan (rata-rata 16 bulan) 14-18 bulan (rata-rata 16 bulan)
Gigi geraham kedua 25-33 bulan (rata-rata 29 bulan) 23-30 bulan (rata-rata 27 bulan)


Bagaimana tanda gigi susu mau tumbuh?
Tumbuhnya gigi susu pada bayi didahului oleh;
• keluarnya air ludah yang berlebihan
• kadang-kadang sampai membasahi bajunya
• anak cenderung selalu ingin memasukkan jari-jari tangannya ke dalam mulut
• anak terlihat gelisah, cenderung rewel, dan terkadang nafsu makannya menurun. Ini disebabkan adanya rasa sakit pada gusinya karena tertembus gigi yang baru tumbuh.

Gusi tempat tumbuhnya gigi warnanya tampak lebih merah dibanding sekitarnya. Rasa sakit inilah yang merangsang keluarnya air ludah secara berlebihan. Namun hal ini sebenarnya menguntungkan, karena air ludah membantu membersihkan rongga mulut. Dalam air ludah terkandung komponen yang bersifat antibakteri, sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi. Kalau gusi pada daerah tumbuhnya gigi diraba atau ditekan dengan jari terasa lebih keras, terlihat warna putih, disertai bentuk gigi yang akan tumbuh.

Peristiwa tumbuhnya gigi susu merupakan proses alami dan sebenarnya tak akan mengganggu kesehatan anak. Kecuali ada hal lain yang dapat memicu terjadinya gangguan kesehatan. Yang perlu diwaspadai adalah kebersihan rongga mulut anak dan jari-jemari si kecil.

Rasanya cukup sulit untuk mencegah atau mengawasi supaya anak tidak memasukkan jari ke dalam mulut. Apapun yang menarik perhatiannya akan dipegang dan dimasukkan ke dalam mulut. Ketidakbersihan daerah tempat gigi susu yang akan tumbuh ataupun tangan yang kotor dapat menyebabkan anak menderita diare ataupun infeksi pada gusi sehingga suhu badan anak bertambah. Kalau ini sampai terjadi perlu konsultasi atau pemeriksaan oleh dokter.

8 langkah agar gigi susu si kecil sehat
1. Ingat, kualitas gigi dan pembentukannya ditentukan sejak janin usia 6 minggu di dalam kandungan. Ibu hamil yang rajin mengonsumsi kalsium akan mempunyai bayi yang pertumbuhan gigi dan tulangnya bagus.
2. Pengendalian makanan penyebab karies. Makanan manis yang mengandung gula yang menempel di gigi akan mengalami fermentasi oleh bakter penyebab karies yaitu, Streptococcus mutans.
3. Orangtua hendaknya selalu membersihkan sisa makanan ataupun sisa susu setiap anak habis makan atau minum susu. Atau memberinya air putih setiap kali habis makan atau minum susu.
4. Untuk bayi pembersihan dilakukan dengan kasa steril yang dibasahi air matang. Gosoklah perlahan di seluruh permukaan giginya. Yang diperlukan adalah ketelatenan Anda.
5. Bagi anak yang sudah mampu memegang sikat gigi, ciptakan suasana menyikat gigi yang menyenangkan, meskipun akhirnya bantuan orangtua tetap diperlukan.
6. Gunakan kepala sikat gigi yang tak terlalu besar dan berbulu lembut, supaya ia bisa menggosok bagian dalam dan belakang dengan nyaman, tidak melukai pipi dan gusi pada waktu sikat digerakkan. Pegangan sikat dengan kepala sikat yang lurus dapat memudahkan anak memegang sikat gigi.
7. Di bawah usia 4 tahun sebaiknya jangan menggunakan pasta gigi terlebih dulu. Dikhawatirkan setiap kali menggosok gigi, pasta gigi akan tertelan, apalagi pasta gigi yang tersedia sekarang dikemas dengan berbagai warna dan rasa yang menarik.
8. Pengenalan pasta gigi dapat dilakukan, tetapi harus diawasi dan si kecil sudah dapat berkumur yang baik. Beri contoh cara berkumur yaitu menggerakkan kumuran dengan keras dan mengeluarkannya dengan keras pula, tak hanya sekedar dikeluarkan dari mulut.


Referensi:
Mc Donald, R.E & Avery, D.R. Dentistry for the child and adolescent, Mosby., St Louis.
web :anakku.net

INDAH FASHION

ONLINE&OFFLINE SHOP
SALE MATERNITY/BIG SIZE& BREASTFEEDING CLOTHES/UNDERWEAR ,

BABY UNTIL 5 YEARS BRANDED (CUBITUS,ETC) CLOTHES
DRESS,WOMAN JEANS PANTS NEW&REASONABLE

SHIPPING AROUND THE WORLD
WEB , http://indahfashion.blogspot.com
e-mail:sweetye_indah@yahoo.com

Also visit, http://indahlifestyle-healthy.blogspot.com

http://indahmoney.blogspot.com

http://indaherbal.blogspot.com



I live with a very active child

23:26 Posted In , , , , Edit This
I live with a very active child and although I hate to use this word -- he's hyperactive.

* Some parents describe their children as "intense, demanding or difficult. This can be stressful for both the parent and the child.
* Sometimes it is hard for parents to remember that no child wants to be "bad."
* Very active children often have difficulty controlling their behavior. They need extra help and consideration from their parents.
* Providing structure and helping children control their own behavior, especially when the children are very active, can be very tiring. Parents need support and help from other family members and friends.
* Provide situations where your child can be successful and feel good about what they can do.
* It is helpful for parents and adults to:
o Recognize Typical Behaviors.
Knowing what most children do at what ages will assure most parents that their young children are "normal." For example, pre-schoolers typically want other children's toys and resist sharing. They normally are very active and have a short attention span.
o Establish Routines and Structure the Environment.
Very active children often have a hard time establishing patterns on their own. Advance preparation helps them function better. For example, remind them before it is time to start or stop an activity, or tell them what kind of behavior is expected from them. Better yet, ask them if they can tell you. Keep the same routines as much as possible.
o Give Limited Responsibility.
our child's behavior is more manageable when he/she is given limited choices that allow her to exercise a degree of self-control. Don't expect more than what your child is able to do developmentally.
o Decide Which Experiences Matter.
Don't overwhelm children with a lot of new things at once. Carefully select the most important new experience and help your child enjoy it along with old, familiar activities that he/she has mastered, before adding others.
o Responding to a Crisis.
Sometimes it simply is not possible to forewarn a child or plan in advance. When this happens, help your child cope with a new situation by supporting your child as best as you can. Explain what is going on and what is expected. If necessary find a place where it is acceptable for your active child to run around and blow off steam. Try to avoid situations that you know will be too difficult for your active child to cope with because you do not want to set your child up to fail.
o Investigate Possible Reasons for Very Active Behavior.
Some children may have a physical reason for being very active. It might be something as simple as a food allergy or something more serious. Talk with your child's doctor and early care and education teacher. If you feel you need more help you may want to call Child Find.

REFERENCE :teachmorelovemore.org


Si Kecil Super Aktif?

23:16 Posted In , Edit This
Si Kecil Super Aktif?

Bagaimana memfasilitasi si kecil yang aktif berlari-lari?


Si kecil Anda selincah bola bekel? Senang sekaligus pusing. Senang karena dia tergolong anak yang aktif bergerak, pusing karena apapun pasti akan coba ia lakukan, meski yang berbahaya sekalipun.

Ini beberapa contoh tindakannya: memanjat meja kursi dan tangga, merangkak ke kolong meja, bolak balik ke kamar mandi dan wastafel untuk main air, membuka tutup laci dan lemari lalu menguras semua isinya, membuka –buka dompet Papa, kotak rias Mama diobrak-abrik, keranjang belanja dan semua wadah yang ada isinya dikeluarkan, berlarian di toko dan menyentuh semua barang di rak yang bisa disentuh, mengejar-ngejar anjing dan kucing untuk disentuh, dibelai, dipegangi ekornya atau dinaiki, mendorong-dorong apa saja yang bisa didorong, melonjak-lonjak di sofa empuk. Duh, banyak deh.

Mama dan Papa kewalahan dan tak habis pikir kenapa si kecil begitu? Inilah beberapa alasan kenapa si kecil selincah bola bekel.

Si kecil yang mulai belajar jalan (1-2 tahun) adalah anak yang penuh energi dan gagasan. Ini membuat mereka ingin mengeksplorasi lingkungan.

Mereka umumnya penuh semangat karena memiliki kebutuhan perkembangan untuk mengekplorasi dan mempelajari diri serta dunia disekitar mereka. Untuk memenuhi kebutuhan ini, aktivitas fisik menjadi penting bagi mereka.

Mereka juga tengah tertarik pada cara kerja suatu benda. Anak batita selalu tertarik kepada sesuatu itu terbuat dari apa (kasar atau halus, keras atau lembek) dan bagaimana cara kerjanya (darimana asal bunyi kriiing pada mainan telepon-teleponan). Itulah makanya mereka selalu aktif memeriksa dan mengamati apa saja dengan seksama, sampai ke bagian-bagian dalamnya.

Si kecil sedang gemar menguji tubuhnya. Anak seusia ini senang sekali jika bisa mengangkat tubuhnya sendiri: berdiri, merangkak, memanjat, berjalan dan berlari.

Ia pun sedang senang meniru-niru. Selain tertarik pada semua benda, anak usia 1-3 tahun juga tertarik pada semua orang, terutama pada orang yang baru pertama kali dlihat, atau orang yang tampilannya berbeda. Terhadap orangtuanya pun mereka tertarik. Mereka senang menjadi bagian dari apa saja yang dilakukan orangtua

Pada tahap ini si kecil mulai menegaskan ‘kediriannya’. Anak seusia ini mulai menyadari bahwa dirinya terpisah dari orangtua, pengasuh, dan lingkungannya. Ini kadang mendorong mereka untuk aktif berusaha sendiri, melakukan sesuatu dan menolak mentah-mentah pertolongan orang lain.

Kecenderungan anak batita untuk aktif, mengeksplorasi secara fisik ini menjanjikan segudang manfaat. Yang pasti, perkembangan fisiknya sangat diuntungkan. Koordinasi tangan dan mata, koordinasi otot-otot besar-- yang digunakan untuk berjalan, berlari, memanjat dan melompat- – berkembang. Kecerdasan anak pada usia ini jelas akan berkembang, karena seluruh panca inderanya terpakai. Kemampuan anak memecahkan masalah juga berkembang seperti “Oh ternyata begitu ya cara memanjat tanpa jatuh.” Dan tak kalah penting, keterampilan sosial-emosional anak pun ikut berkembang. Anak bisa belajar percaya diri sambil tetap merasa aman di dalam pengawasan orangtua.

Untuk si kecil yang aktif, inilah beberapa tips yang perlu jadi pegangan orangtua:

Pertama, amankan rumah Anda. Singkirkan benda panas, berat, beracun, benda yang bisa menyetrum. Termasuk benda yang bisa mencekik, menjerat, menjepit, membuat tersandung, tergelincir/terpeleset. Tutup akses ke tempat berbahaya dan tidak terawasi: pintu/jendela yang mudah dibuka, stop kontak listrik. Pasang pengaman di tangga, balkon, pintu dan jendela.

Kedua, sibukkan anak dengan aneka kegiatan aktif. Misalnya, menari dengan iringan musik, bermain air, merangkak-rangkak di terowongan kardus, mendorong-dorong benda yang bisa didorong, membacakan buku cerita dengan peragaan, berjalan-jalan keluar rumah minimal sekali sehari.

Ketiga, ajarkan anak bergerak dengan aman. Meski tidak bisa sekali jadi, contohkan kepada anak cara aman naik turun tangga, melangkah di lantai licin, dan sebagainya.

Keempat, awasi anak dan bersiagalah. Pastikan si kecil selalu diawasi. Latih kesiagaan Anda—ketegasan dan kecepatan bergerak seketika—untuk menyelamatkan diri dari bahaya.

Nah, kini Mama dan Papa sudah tahu kan manfaat dari aktivitas fisik si kecil yang sempat ‘mengkhawatirkan’ itu, rasanya kok sayang ya jika si kecil tidak dibebaskan berlari-lari ke sana kemari, melompat, memanjat, dan sebagainya. Lebih baik kita berikan dukungan, namun tetap dengan pengawasan yang ketat. Bisa kan Ma, Pa?

REFERENCE : morinagaplatinum.com

INDAH FASHION

ONLINE&OFFLINE SHOP
SALE MATERNITY/BIG SIZE& BREASTFEEDING CLOTHES/UNDERWEAR ,

BABY UNTIL 5 YEARS BRANDED (CUBITUS,ETC) CLOTHES
DRESS,WOMAN JEANS PANTS NEW&REASONABLE

SHIPPING AROUND THE WORLD
WEB , http://indahfashion.blogspot.com
e-mail:sweetye_indah@yahoo.com

Also visit, http://indahlifestyle-healthy.blogspot.com

http://indahmoney.blogspot.com

http://indaherbal.blogspot.com


Toilet Learning for Toddlers

23:01 Posted In , , , , , Edit This
Toileting (or using the potty) is one of the most basic physical needs of young children. It is also one of the most difficult topics of communication among parents, child care providers, and health care professionals when asked to determine the "right" age a child should be able to successfully and consistently use the toilet.

Most agree that the methods used to potty train can have major emotional effects on children. The entire process—from diapering infants to teaching toddlers and preschoolers about using the toilet—should be a positive one. Often, and for many reasons, toilet learning becomes an unnecessary struggle for control between adults and children. Many families feel pressured to potty train children by age two because of strict child care program policies, the overall inconvenience of diapering, or urging from their pediatricians, early childhood columnists, researchers, other family members, friends, etc.

The fact is that the ability to control bladder and bowel functions is as individual as each child. Some two-year-olds are fully potty trained, and some are not. But those that aren’t should not be made to feel bad about it. There are also many cultural differences in handling potty training, therefore it is important that families and program staff sensitively and effectively communicate regarding these issues.

The purpose of toilet learning is to help children gain control of their body functions. If a child is ready, the process can provide a sense of success and achievement. Here are some helpful hints on determining when young children are ready to begin the potty training process and suggestions on how to positively achieve that task.

Ready, set, go!

Children are most likely ready to begin toilet learning when they:

* show a preference for clean diapers—a preference adults can encourage by frequent diaper changing and by praising children when they come to you for a change.
* understand when they have eliminated and know the meaning of terms for body functions. For example, "wet," "pee," "poop," and "b.m." are words commonly used by children to describe bladder and bowel functions.
* indicate that they need to use the potty by squatting, pacing, holding their private parts, or passing gas.
* show that they have some ability to hold it for a short period of time by going off by themselves for privacy when filling the diaper or staying dry during naps.

Become a cheerleader

* There may be times during the learning process when children accidentally go in their diapers or training pants. This can be very distressing and may cause them to feel sad—especially if they have been successfully using the chair for some period of time. When this happens, change the diaper without admonition—a caring adult can then try to pick up the child’s spirits with encouragement that she is doing well and will get better with practice.
* The most common cause of resistance to potty training occurs when children have been scolded, punished, or lectured too often about using the potty, or have been forced to sit on it for too long. This learning process usually is not fast or consistent. Children need your patience and support.

Have a plan

* Parents and child care providers should decide together when a child is ready and then negotiate a plan that will be consistent and manageable in both settings. Some questions may include the following:
1. Is special equipment needed—step stool, toilet seat deflector, potty chair?
2. Are extra clothing items needed?; and
3. Are good hygiene practices in place, for example, handwashing for children and staff, a system for handling soiled clothing, and a routine for disinfecting equipment?
* It’s a good idea for families and child care professionals to exchange information on the words for body functions most preferred by each child in order to avoid confusion and provide a consistent message for everyone engaged in the process.

Successfully learning to use the potty is a major accomplishment for young children, and patience and praise from the adults who care for them is an extremely important component to their healthy emotional and physical development. Each child will individually provide signals as to when he or she ready to make that leap. Good communication, appropriate expectations, and a consistent plan on the part of parents and caregivers make it easier to support this process and is the surest route to success.

Reprinted with permission from National Association for the Education of Young Children.

REFERENCE :greatdad.com


Toilet Training

22:51 Posted In , , Edit This
Toilet Training

Tidak ada umur yang ideal, seorang anak selayaknya mulai berlatih menganal toilet. Beberapa anak membutuhkan perkembangan fisik dan kognitif sampai umur 18-24 bulan untuk bisa dan sadar toilet.

Namun, beberapa anak lain bisa pada umur 3 atau 4 tahun baru berani dan memiliki kesadaran membuang hajat besar dan kecil secara mandiri ke toilet. Tetapi biasanya bayi laki-laki lebih lambat daripada bayi perempuan.

Lantas kapan Si Buah Hati sebaiknya mulai dilatih ? Jawabnya adalah : timing (momentum). Beberapa studi memperlihatkan ; jika Anda mulai melatihnya pada umur 2 tahun, Anak Anda akan mampu melakukan pada umur 3 tahun, dan jika Anda mulai pada umur 3 tahun, dia juga akan bisa melakukan pada umur 4 tahun.

Kuncinya ; jika anda menangkap sinyal dia sudah membutuhkan toilet, segera ajari, dan hanya beberapa bulan kemudian dia sudah akan mampu melakukan sendiri.

Tetapi jika Anda gagal menangkap sinyal itu atau sekedar menunggu perkembangannya saja, mungkin untuk bisa mandiri dibutuhkan waktu lebih lama, sekitar 6 bulan atau lebih.

Tanda-Tanda

Anak Anda harus sudah mengenal 'pispot' dulu sebelum berlatih sadar toilet. Dia harus bisa menahan 'ingin kencing' selama 3 jam atau lebih (ini menunjukkan bahwa otot kandung kemihnya sudah lebih kuat dan mampu menyimpan urine).

Sewaktu bayi, begitu ia ingin kencing, langsung keluar, tanpa sempat tertahan, sehingga ibunya harus sering mengganti popok.

Dia telah perlu mengetahui tanda-tanda kalau 'kebelet kencing,' dan segera bertindak sebelum benar-benar kencing.

Akan lebih mudah jika pada tahap ini, dia sudah bisa menarik celananya sendiri, dan memegang alat kelaminnya sendiri untuk kencing ke pispot.

Tanda-tanda fisik dan mental sebenarnya bukan merupakan faktor utama dari seni ketrampilan sadar toilet ini. Motivasi adalah kunci utamanya.

Jika Si Buah Hati mulai menunjukkan hasratnya untuk pergi dan mengenal kamar mandi, sebagai bagian dari hasrat peniruan perilaku orang-orang dewasa di sekitarnya, adalah waktunya bagi Anda untuk segera me'respon' mengajarinya agar cara ber-toilet ria.

Anak biasanya mengenal cara berak terlebih dahulu sebelum ia belajar kencing di pispot.

Apa yang Dapat Anda Lakukan

Sebagai orang tuanya, buatlah pelajaran pengenalan toilet sehalus dan sealami mungkin bahwa dia memerlukan proses itu, jangan sampai melatihnya dengan memaksa atau dengan nada mengancam, jika dia mengalami traumatik toilet, pembelajaran akan berlarut-larut.

Tetaplah santai dan dengan posistif thinking, dan mulailah menganjurkan si anak untuk mengenal pispot. Biarlah ia memilih pispotnya sendiri ketika di toko, lalu biarkan dulu ia bermain-main dengannya, melongok ke dalam pispot, mengajarinya duduk kencing kearah pispot, dan biarkan dia tetap dengan pakaiannya (gak usah telanjang), dan tingkatkan sampai ia terbiasa duduk dan kencing di pispot.

Terangkan kegunaan pispot dan cara-cara sederhana penggunaannya ; 'ini penting karena fase ia sebentar lagi akan meninggalkan popok bayinya.'Gunakan kata yang baik dan dengan nada alami cara-cara membuang kencing dan feces.

Latihlah sampai dia terbiasa dengan pispot dan teknik penggunaannya secara benar.

Setelah 1 minggu atau lebih ia 'familiar' dengan pispot, dan telah akrab menggunakannya dengan cara yang benar, mulailah untuk menunjukkan padanya, Anda membuang popok bayinya ke dalam pispot.

Sejak Buah Hati Anda tahu caranya menggunakan pispot, buatlah ia secara rutin memakainya, misalnya selalu sesudah makan, sebelum tidur, atau sebelum mandi --dan secara pelan-pelan meningkatkan intensitas penggunaanya dari sekali menjadi beberapa kali dalam 1 hari.

Pujilah ia atas kepintarannya menggunakan pispot dan jangan ingatkan atau tunjukkan kejadian-kejadian dan pengalaman buruk dalam penggunaan pispot.

Jangan terburu-buru dalam setiap proses pengajarannya, atau membuatnya tertekan. Mereka biasanya, dalam beberapa hari kedapen, akan bangga dan puas melihat ke dalam pispot dan telah berhasil meletakkan/meninggalkan sesuatu di dalamnya.

Beberapa anak yang lucu, malah kadang akan melambaikan tangan 'selamat berpisah' terhadap feces yang telah ia buang.

Jika ia mengalami sedikit kegagalan dalam proses ini, jangan dimarahi atau membuatnya tertekan, biarkan dan buat dia nyaman dengan peristiwa itu.

Mungkin ia akan menghindari pispot untuk beberapa waktu, dan mualilah untuk mengajarinya lagi, ketika ia sudah sedikit lupa atas peristiwa sebelumnya.

Seiring itu, biarkan Si Bayi memperhatikan Anda dan orang-orang di sekitarnya keluar masuk toilet setiap hari. Sesuatu yang baru dan misterius selalu membuatnya ketakutan.

Biarkan dia mempelajari dan memperhatikan Anda menggunakan toilet, dan ketika dia mulai bertanya-tanya dan ikutan masuk ke dalamnya, buatlah dia nyaman dengan tempat tersebut, dan mulai jelaskan fungsi dan cara-cara penggunaannya, berilah contoh padanya, dia akan meniru.

Anda mungkin akan lebih berhasil dalam semua proses ini, jika Anda bisa terjun langsung membimbing Si Buah Hati Anda, dan berilah cukup waktu untuk menemaninya menjalani semua proses ini.

Sebagai orang dewasa, Anda tentu bekerja dan terikat deadline, sehingga Anda kadang merasionalisasi dengan membuat program sendiri latihan ini harus selesai dalam 2 minggu, atau harus seudah berhasil sebelum ke playgroup, atau alasan lain, sehingga Anda ketat dalam menanganinya.

Anak umur 2 tahun biasanya adalah makhluk yang suka membantah dan agak susah diatur, sehingga Anda harus sabar dan tenang menanganinya.

Anak biasanya juga sangat sensitif terhadap 'agenda tersembunyi' (misal; harus bisa dalam 2 bulan sebelum Anda bepergian), dan dia biasanya tidak menyukai alias akan menolak.

Sehingga dalam seluruh proses ini, Anda harus tampak se-alami dan se-netral mungkin, biarkan dia menikamti dan belajar sendiri.

Sebuah traumatik toilet, justru akan lebih boros waktu dan tenaga bagi Anda kan.

Yang Perlu Diperhatikan

Jika Anda merasa marah atau frustasi terhadap kemajuan pelajaran pispot, atau Si Buah Hati tampak menolak dan tidak suka proses latihan itu, Anda dan anak sebaiknya istirahat dulu. Terlalu banyak tekanan, penolakan dan kekecewaan, justru akan menyabotase seluruh proses.

Oleh sebab itu, sebaiknya proses pembelajaran distirahatkan dulu, sampai anda lebih sabar dan tenang dan si anak juga telah siap memulai latihan lagi. Dan proses istirahat ini bisa berhari-hari, atau bahkan berbulan-bulan.

Jika Anda memilih menantang proses, dengan memaksanya atau malah kemudian putus asa dan cuek, justru akan memperpanjang masalah.

Latihan 'sadar toilet' hanya bisa dikuasai dan dilakukan dengan kerjasama secara sukarela dan senang hati dari Si Buah Hati Anda.

Anda mungkin juga harus menghentikan proses pembelajaran jika Buah Hati Anda menolak untuk menggunakan pispot dalam proses latihan, atau ia mengalami sembelit.

Sembelit yaitu berak hanya 2-3 kali seminggu. Jika anak Anda sembelit, segeralah membawanya ke dokter.

Atau mungkin dengan mengubah dietnya, Anda bisa memberikan makanan tambahan Pisang agar feces bayi lebih keras, atau memberikan buah 'prem' atau buah-buah lain agar feces lebih lunak.

Berilah minum yang banyak. Anda sebaiknya kembali ke modul pembelajaran 'sadar toilet' lagi jika Si Buah Hati keadaannya sudah membaik dan normal.

reference :.morinagaplatinum.com

INDAH FASHION

ONLINE&OFFLINE SHOP
SALE MATERNITY/BIG SIZE& BREASTFEEDING CLOTHES/UNDERWEAR ,

BABY UNTIL 5 YEARS BRANDED (CUBITUS,ETC) CLOTHES
DRESS,WOMAN JEANS PANTS NEW&REASONABLE

SHIPPING AROUND THE WORLD
WEB , http://indahfashion.blogspot.com
e-mail:sweetye_indah@yahoo.com

Also visit, http://indahlifestyle-healthy.blogspot.com

http://indahmoney.blogspot.com

http://indaherbal.blogspot.com








Belajar ke Toilet

21:50 Posted In , Edit This

Belajar ke Toilet

Langkah-langkah sederhana membantu si kecil lebih mudah belajar ke kamar kecil.

Di ujung usia satu tahun, saat anak sedang ingin tahu dan mau diatur adalah waktu yang baik untuk memperkenalkan pada pot toilet.

Tapi, jangan memaksa anak di usia berapa pun untuk menggunakan toilet. Dukung, namun tunggu sampai anak benar-benar siap berlatih ke toilet.

Latihan ke toilet akan lebih mudah jika anak telah menunjukkan tanda kesiapan. Dia telah mengerti tentang sistem pembuangan.

Dia tahu sudah buang air besar, sedang buang air besar, atau mau buang air besar, walau sedang memakai popok. Jika belum menunjukkan tanda kesiapan, tidak berarti anak Anda belum dapat mulai belajar kenal menggunakan pot dari sekarang.

Dari wajah anak, Anda bisa melihat tanda dia akan pipis atau buang air besar. Biasanya dia berjongkok, wajah memerah, mengejan, atau tiba-tiba berhenti dari kegiatan.

Inilah kesempatan untuk mengajari dia. Saat menggantikan popok yang basah, Anda harus menunjukkan dan menjelaskan kenapa popok basah. Pakailah kalimat yang sama berulang-ulang.

Biarkan anak melihat Anda ke toilet dan terangkan apa yang Anda lakukan. Bisa juga membiarkan si kecil melihat kakak menjadi contoh saat menggunakan toilet. Biarkan dia memencet tombol untuk mengguyur atau memegang keran air.

Jika dia ingin duduk di toilet, belilah pot khusus anak yang bisa dipasang di toilet khusus dewasa atau anak. Jangan meninggalkan anak sendirian, segera angkat setelah dia mencoba posisinya.

Pandangan diri positif sangat penting bagi keberhasilan setiap jenis latihan. Jangan membuat buah hati merasa pupnya sangat tidak mengenakan bagi orang lain.

Hindari memasang wajah tidak senang saat membersihkan popoknya. Sebaliknya berikan tanggapan positif dan komentar yang membantu dia mengerti tentang sistem pembuangan.

Bagaimana, buah hati Anda sudah siap belajar ke toilet?

REFERENCE :morinagaplatinum.com

INDAH FASHION

ONLINE&OFFLINE SHOP
SALE MATERNITY/BIG SIZE& BREASTFEEDING CLOTHES/UNDERWEAR ,

BABY UNTIL 5 YEARS BRANDED (CUBITUS,ETC) CLOTHES
DRESS,WOMAN JEANS PANTS NEW&REASONABLE

SHIPPING AROUND THE WORLD
WEB , http://indahfashion.blogspot.com
e-mail:sweetye_indah@yahoo.com

Also visit, http://indahlifestyle-healthy.blogspot.com

http://indahmoney.blogspot.com

http://indaherbal.blogspot.com


When Your child Won't Stop Breast-Feeding

00:43 Posted In , , Edit This

Kate, the mother of a 7-year-old, 5-year-old and 20-month-old is still breast-feeding ALL of her children. She tells Dr. Phil that she just can't say no when the kids ask to nurse. What advice does Dr. Phil have? Read on.

BREAST-FEEDING FACTS
First, it's important to know that breast-feeding can be a very positive part of motherhood. This has been medically proven through studies:

  • Two decades of research have established that breast milk is perfectly suited to nourish infants while protecting them from disease. Breast-fed babies have a lower rate of illness than bottle-fed babies.

  • The American Academy of Pediatrics says that breast-feeding for the first 6 months after birth supports optimal growth and development and recommends that children be breast-fed for at least 12 months. Thereafter, breast-feeding can continue for as long as mutually desired. Experts agree that the only acceptable alternative to breast milk is infant formula.

  • Solid foods can be introduced into a child's diet between 4 to 6 months of age — but the baby should continue to drink breast milk or formula (not cow's milk) for a full year.

    WEANING YOUR CHILD
    There aren't any rules about when to stop breast-feeding, but a baby should ideally have breast milk for the first year of its life. Dr. Phil has this advice for Kate, who breast-feeds her 5-and 7-year-olds:

  • By giving in and allowing a child to nurse after being weaned, you are teaching the child that he/she can get what he/she wants when he/she wants it.

  • Don't feel guilty for saying no. Children need to learn that they can't get everything they want. Establish boundaries and keep them.

  • Find other ways to show your child affection and give them comfort when they want to be breast-fed. You can hug them and hold them instead. Remind your child that he/she is a big boy/girl now and doesn't need to breast-feed anymore.

  • reference :drphil.com




    CARA AMAN & EFEKTIF MENYAPIH SI KECIL

    00:39 Posted In , , , Edit This
    CARA AMAN & EFEKTIF MENYAPIH SI KECIL

    Menyapih si batita dari ASI mudah saja asal dilakukan dengan cara yang tepat.

    Hingga kini masih banyak ibu yang menggunakan cara-cara penyapihan seperti yang dilakukan ibu-ibu zaman dulu. Dari mengoles putingnya dengan zat-zat yang berasa pahit seperti jamu dan brotowali, sampai memplester puting. Bahkan ada yang mengolesnya dengan obat merah. Padahal, sudah seharusnyalah kita meninggalkan cara-cara lama itu. Apalagi pada dasarnya, menyapih anak dari ASI dapat dilakukan secara alami, sehingga anak lebih siap menerimanya.

    Jika menyapih dilakukan dengan cara yang benar, maka kelekatan anak dengan ibunya akan berada dalam porsi yang tepat. Maksudnya, anak dapat belajar bahwa ibu tetap mencintainya meskipun ia tak mendapatkan ASI lagi. Anak akan merasa, disapih bukanlah suatu yang menyakitkan. Dengan begitu, efek lain yang bisa timbul adalah anak belajar kemandirian.

    SALAH CARA MENYAPIH DAN EFEK YANG MUNGKIN TIMBUL

    1. Mengoleskan obat merah pada puting

    Selain bisa menyebabkan anak mengalami keracunan, juga membuat anak belajar bahwa puting ibu ternyata tidak enak, bahkan bisa membuatnya sakit. Keadaan ini akan semakin parah jika ibu melakukannya secara tiba-tiba. Si kecil akan merasa ditolak ibunya. Dampak selanjutnya mudah diduga, anak akan merasa ibu tidak mencintainya.

    Gaya kelekatan yang muncul selanjutnya adalah avoidance (menghindar dalam suatu hubungan interpersonal). Hal ini dapat memengaruhi perkembangan kepribadian anak. Ia akan mengalami kesulitan untuk menjalin suatu hubungan intensif dengan orang lain. Hal ini terjadi karena di masa kanak-kanak ia merasa ditolak oleh orang tua, dalam hal ini ibunya.

    2. Memberi perban/plester pada puting

    Dibanding cara nomor 1, cara ini akan terasa lebih menyakitkan buat anak. Jika diberi obat merah, anak masih bisa menyentuh puting ibunya. Tetapi kalau sudah diperban/diplester, anak belajar bahwa puting ibunya adalah sesuatu yang tak bisa dijangkau.

    3. Dioleskan jamu, brotowali, atau kopi supaya pahit

    Awalnya mungkin anak tak akan menikmati, tetapi lama-kelamaan anak bisa menikmatinya dan malah bergantung pada rasa pahit tersebut. Mengapa? Karena ia belajar, meskipun pahit tetapi masih tetap bercampur dengan puting ibunya.

    Dampaknya, anak bisa mengembangkan suatu kepribadian yang ambivalen, dalam arti ia tidak mengerti apakah ibu sebetulnya mencintainya atau tidak. "Bunda masih memberikan ASI, tapi kok tidak seperti biasanya, jadi pahit."

    Parahnya lagi, kepribadian ambivalen bukan kepribadian yang menyenangkan. Anak akan mengembangkan kecemasan dalam hubungan interpersonal nantinya.

    4. Menitipkan anak ke rumah kakek-neneknya

    Kehilangan ASI saja sudah cukup menyakitkan, apalagi ditambah kehilangan figur ibu. Ingat lo, anak kecil umumnya belum memiliki kemampuan adaptasi yang baik. Jadi, dapat dibayangkan kondisi seperti ini bisa mengguncang jiwa anak, sehingga tak menutup kemungkinan anak merasa ditinggalkan.

    Tentunya hal itu tak mudah bagi anak karena ada dua stressor (sumber stres) yang dihadapinya, yakni ditinggalkan dan harus beradaptasi. Jadi jangan kaget, jika setelahnya anak pun butuh penyesuaian lagi terhadap ibunya. Malah akan timbul ketidakpercayaan anak terhadap ibu.

    5. Selalu mengalihkan perhatian anak setiap menginginkan ASI

    Meski masih batita, si kecil tetap bisa merasakan penolakan ibu yang selalu mengalihkan perhatiannya saat ia menginginkan ASI. Kondisi ini juga membuat anak belajar berambivalensi. Misal, ibu selalu mengajak anak bermain setiap kali minta ASI. Tentu anak akan bertanya-tanya, "Bunda sayang aku enggak sih, kok aku enggak dikasih ASI? Tetapi kalau tidak sayang, kok masih ngajak aku main?"

    6. Selalu bersikap cuek setiap anak menginginkan ASI

    Anak jadi bingung dan bertanya-tanya, mengapa dirinya diperlakukan seperti itu. Dampaknya, anak bisa merasa tak disayang, merasa ditolak, sehingga padanya berkembanglah rasa rendah diri.

    CARA YANG DIANJURKAN

    Penyapihan alami/natural (child led weaning)

    Inilah cara yang terbaik karena tidak memaksa dan mengikuti tahap perkembangan anak. Tiap anak sebetulnya memiliki tahapan perkembangan alami yang menandai ia siap untuk disapih. Contoh, ketika giginya mulai tumbuh dan sistem pencernaannya sudah terbentuk baik biasanya anak mulai bisa menikmati makanan padat, bukan lagi ASI. Dengan begitu ia pun mulai belajar secara natural untuk meninggalkan ASI.

    Sayangnya cara alami sering tak dipahami orang tua sehingga momentum yang baik ini malah diabaikan. Sering, kan, acara makan bagi anak tidak diupayakan menyenangkan. Makanannya juga tidak disajikan secara menarik, tidak variatif, serta rasanya mungkin kurang enak. Dari situ, akan timbul kesan negatif terhadap aktivitas makan. Jadi sebaiknya, manfaatkan jadwal makan anak untuk memberikan perhatian dan gizi yang baik. Dengan demikian, kelekatan emosional ibu-anak yang tadinya terfasilitasi di saat menyusui dapat terimbangi dengan aktivitas lain sesuai tahap perkembagan di usia batita.

    CARA-CARA MENYAPIH INI BOLEH DILAKUKAN ASAL...

    1. Memberi makan dan minum agar anak selalu kenyang sehingga lupa pada ASI

    Cara ini boleh saja dilakukan untuk menyapih, tetapi harus secara perlahan. Selain itu, afeksi yang terjalin ketika ibu menyusui juga harus digantikan dengan sentuhan lain agar tetap terjaga hubungan kelekatan antara ibu dan anak. Jika kedua hal ini tak dilakukan, ditakutkan anak merasa ditolak.

    Pada anak yang sudah mengerti jika diajak berbicara, ibu dapat memberikan penjelasan kepadanya. Katakan bahwa sudah saatnya ia makan makanan lain atau minum susu selain ASI, tapi ibu tetap sayang padanya.

    2. Memberi empeng atau dot sebagai pengganti puting

    Yang penting afeksi dari ibu bisa tetap terjaga dengan cara yang lain. Hanya saja, empeng atau dot bisa menciptakan ketergantungan baru sehingga memengaruhi struktur gigi-geligi anak. Jadi, bila ada cara lain yang lebih baik, hendaknya cara ini tak digunakan.

    3. Menjarang-jarangkan waktu pemberian ASI

    Jika tadinya pemberian ASI dilakukan kapan saja anak mau, maka untuk menyapihnya perjarang pemberian menjadi misalnya 3 kali sehari. Lalu beberapa minggu kemudian menjadi 2 kali sehari dan 1 kali sehari hingga berhenti sama sekali.

    Hal ini boleh saja dilakukan karena mengikuti prinsip gradual weaning (menyapih secara bertahap). Maksudnya, anak disiapkan terlebih dahulu, sehingga ketika usianya genap 2 tahun, anak sudah siap tak mendapatkan ASI lagi. Biasanya cara ini dilakukan ketika anak mulai memasuki usia 1 tahunan. Di waktu-waktu biasanya anak mendapatkan ASI, kini diganti dengan susu formula dalam gelas dan makanan padat.

    Yang penting, pengurangan frekuensi pemberian ASI tidak membuat anak kaget. Termasuk dalam cara bertahap ini adalah menyapih sebagian (partial weaning). Contoh, si batita disapih waktu malam saja atau waktu siang saja.

    4. Memberikan penjelasan kepada anak, setelah itu tak sekalipun memberikan ASI lagi

    Cara menyapih seperti ini bisa dilakukan jika usia anak sudah mencapai 2 tahun. Akan tetapi, tidak memberikan ASI sama sekali sebagai pertanda ketegasan ibu sama saja dengan menyapih secara mendadak (abrupt weaning). Dampaknya tetap negatif jika penjelasan ibu tidak bisa diterima; anak merasa ditolak oleh ibunya.

    Apalagi jika sebelumnya tak ada pengondisian atau persiapan untuk anak terlebih dulu. Biasanya terjadi saat ibu memutuskan kembali bekerja karena merasa anak sudah cukup besar, ibu sakit sehingga tak boleh menyusui, ibu hamil lagi, atau produksi ASI berkurang drastis oleh karena satu dan lain hal.

    Oleh karena itu, jelaskan pada anak alasan masuk akal mengapa harus berhenti menyusu pada ibu. Apakah karena usianya yang sudah mencapai 2 tahun atau karena kondisi ibu memang tidak memungkinkan sehingga harus berhenti menyusui secara mendadak.

    JANGAN MENYAPIH BILA...

    Penting diperhatikan, penyapihan hendaknya tidak dilakukan bila anak sedang mengalami suatu perubahan. Umpama, sedang tumbuh gigi, keluarga baru pindah rumah, atau si kecil baru saja masuk kelompok bermain. Dalam periode itu anak sedang perlu waktu untuk beradaptasi. Beradaptasi terhadap satu perubahan saja sudah sulit, apalagi jika ditambah dengan penyapihan. Terlebih lagi penyapihan melibatkan ikatan emosional ibu dan anak.

    YANG JUGA PERLU DIPERHATIKAN

    Saat mulai minum susu formula, ajari anak untuk menggunakan mug (cangkir), bukan dengan botol dot. Tujuannya agar secara perlahan-lahan anak tidak bergantung lagi pada puting susu ibunya. Dengan pengondisian ini, anak juga belajar bahwa puting susu ibu bukan satu-satunya alat untuk memperoleh susu.

    Tentunya sambil melakukan cara-cara tersebut, ibu tetap harus menunjukkan afeksinya terhadap anak. Antara lain dengan memberikan sentuhan pada anak, semisal mengusap-usap rambutnya atau memeluknya. Namun caranya memeluk jangan seperti sedang memberikan ASI, melainkan peluklah dalam posisi yang lain.

    Jika anak sudah bisa diajak bicara, berilah penjelasan. Contoh, "Kamu sekarang sudah besar. Kamu perlu makanan lain selain ASI." Tekankan juga bahwa tidak minum ASI bukan berarti ibu tidak sayang lagi.

    KENDALA DARI PIHAK IBU

    Tak jarang terjadi, kendala penyapihan datang justru dari ibu sendiri. Ia tak bersedia menyapih anaknya karena ada ikatan/ketergantungan emosional yang kuat dengan anak. Kondisi ini bisa terjadi jika ibu terlalu menikmati perannya sebagai sosok yang memberikan ASI kepada anak. Bisa juga dipengaruhi oleh perasaan dibutuhkan bahwa dirinyalah yang dapat membuat anaknya tumbuh dan berkembang melalui ASI yang diberikan.

    Reference: id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20071219220552AAwPnDH source Tabloid Nakita...

    INDAH FASHION
    SALE MATERNITY/BIG SIZE& BREASTFEEDING,

    BABY UNTIL 5 YEARS BRANDED (CUBITUS,ETC)
    WOMAN DRESS,WOMAN JEANS PANTS NEW&RESONABLE

    SHIPPING AROUND THE WORLD
    WEB , http://indahfashion.blogspot.com
    e-mail:sweetye_indah@yahoo.com

    http://indahmoney.blogspot.com



    MASIH DISUSUI DI ATAS 2 TAHUN

    00:32 Posted In , Edit This
    MASIH DISUSUI DI ATAS 2 TAHUN

    Oleh Lembaga Kesehatan Dunia, anak batita dianjurkan untuk tetap mengonsumsi ASI. Namun di balik itu ada keraguan mengenai pantas atau tidak anak di atas 2 tahun masih menetek pada ibunya. Betulkah ia akan kehilangan kesempatan untuk belajar mandiri?

    Sebagian ibu tetap menyusui meski umur anaknya sudah di atas 2 tahun. Salah satu alasannya, pemberian ASI membuat ibu dan si kecil bahagia. WHO dan UNICEF pun menganjurkan ibu untuk menyusui anaknya hingga berusia 2 tahun atau lebih. Tentu saja, sejak menginjak usia 6 bulan, anak harus mendapat makanan pendamping ASI karena kebutuhan nutrisinya semakin besar dan tidak mungkin tercukupi oleh ASI saja. Namun begitu, ASI tetaplah merupakan sumber nutrisi yang sama baiknya dengan masa 6 bulan pertama karena masih mengandung protein, lemak, vitamin, mineral, dan faktor imunologi.

    Jack Newman, M.D., FRCPC, penulis buku Dr. Jack Newman's Guide to Breastfeeding, The Ultimate Breasfeeding Book of Answers in the United States, dalam situs naturalfamilyonline.com mengatakan, beberapa faktor imunologi pada ASI bahkan menjadi lebih banyak jumlahnya di tahun kedua daripada di tahun pertama. Pengamatannya pada beberapa day care menyimpulkan, anak-anak yang masih mendapat ASI lebih jarang sakit daripada anak-anak yang tidak mendapat ASI. Ini berarti ibu yang tetap memberikan ASI justru kehilangan lebih sedikit waktu bekerja daripada ibu-ibu lain yang harus bolak-balik mengantar anak ke dokter dan merawatnya karena lebih sering sakit.

    Namun begitu, bukan berarti menyusui batita tak lepas dari problema. Terutama ketika ibu harus berhadapan dengan lingkungan sosial yang lebih besar dan tuntutan terhadap anak untuk kelihatan mandiri, termasuk dalam urusan minum susu. Mengenai kemandirian ini sudah banyak pertanyaan yang dilontarkan terhadap anjuran memberikan ASI hingga usia 2 tahun atau lebih. Antara lain dijawab oleh Newman, "Anak yang menyusu sampai ia memutuskan sendiri untuk berhenti (biasanya di usia 2 sampai 4 tahun) justru pada umumnya lebih mandiri, dan barangkali yang lebih penting, ia merasa lebih aman dalam keman-diriannya. Ia sudah mendapatkan rasa nyaman dan aman dari tetek ibunya sampai ia sendiri siap memutuskan untuk berhenti. Ketika memutuskan berhenti, ia tahu dirinya sudah melakukan pencapaian dan maju selangkah. Hal itu merupakan tonggak keberhasilan dalam hidupnya."

    Nah, apa lagi masalah seputar menyusui anak batita dan bagaimana menyiasatinya? Risa Kolopaking, M.Psi. dari Rumah Sakit Hermina Bekasi, menjawabnya untuk Anda.

    SEBENARNYA APAKAH FUNGSI ASI BAGI ANAK DI ATAS DUA TAHUN?

    ASI sendiri memiliki dua fungsi penting untuk anak. Pertama, fungsi nutrisi dan kedua, fungsi psikologis. Pemberian ASI akan menguatkan hubungan ibu dan anak. ASI wajib diberikan hingga anak berusia 6 bulan. Selanjutnya, diberikan bersamaan dengan makanan padat secara bertahap. Menyusui sampai di atas 2 tahun lebih karena pertimbangan psikologis ketimbang nutrisi. Dengan menyusu, anak menda-patkan perasaan aman dan dicintai. Yang harus diingat, jalinan perhatian dan kasih sayang dari ibu tidak harus melulu lewat pemberian ASI, tapi juga lewat aktivitas dan tindakan lainnya.

    APA YANG AKAN TERJADI JIKA ANAK MASIH MENYUSU ASI DI ATAS DUA TAHUN?

    Bagi ibu, gigi anak yang sudah banyak tumbuh, berpotensi melukai puting susunya. Ibu-ibu yang masih menyusui anaknya di atas dua tahun pasti sering mengalaminya. Pemberian ASI yang terlalu berlarut-larut juga bisa menimbulkan keter-gantungan emosional kurang sehat antara ibu dan anak jika tanpa diimbangi aktivitas lain yang bisa menjalin keakraban orangtua-anak. Sama halnya jika anak dibiarkan mencari rasa aman dengan caranya sendiri seperti mengisap jempol, menggigit kuku, memilin rambut, dan sebagainya.

    Dampak sosialnya juga ada. Jika anak masih menyusu padahal dia sudah memasuki usia sekolah, bisa dilukiskan bagaimana komentar teman-temannya?

    BAGAIMANA CARA MENYAPIH ANAK DI ATAS 2 TAHUN?

    Ibulah yang sebenarnya paling tahu bagaimana cara menyapih anaknya dengan baik. Salah satunya dengan mengurangi pemberian ASI secara bertahap. Misal, bulan ini anak menyusu cukup lima kali sehari. Bulan berikutnya dikurangi menjadi empat kali sehari, lalu kurangi lagi menjadi tiga kali, dan seterusnya sampai anak berhenti sama sekali minum ASI. Waktu pengurangan disesuaikan dengan kondisi ibu dan kesiapan anak. Cara ini cukup efektif dan aman. Produksi ASI juga dengan sendirinya akan berkurang, bahkan menghilang sama sekali. Pengeluaran ASI tergantung pa-da rangsangan isapan yang didapat. Semakin jarang diisap maka semakin sedikit ASI yang diproduksi.

    Hindari cara-cara keras yang bisa membuat anak trauma. Contoh, mengoleskan ramuan pahit agar anak tak lagi menyentuh ASI. Tindakan me-nutupi puting susu juga sama buruknya. Anak justru akan merasa dirinya ditolak. Juga merasa dirinya tidak disayangi lagi.

    Yang sebaiknya dilakukan, berikan penjelasan tepat dan mudah dipahami, mengapa anak harus berhenti minum ASI. Um-pamanya, karena anak sudah besar, sudah pintar makan nasi, buah, sayur, dan sebagainya.

    APA HAMBATAN MENYAPIH DARI SISI IBU?

    Dari sisi ibu, masalah utama ada pada kondisi psikologis. Banyak ibu yang merasa tidak tega saat harus menyapih anak-nya. Terlebih, jika sudah mem-berikan air susunya selama lebih dari dua tahun. Suatu masa yang tidak pendek untuk memutuskan jalinan kasih

    sayang. Apalagi, ibu juga merasa sebagai sebuah sosok yang sangat dibutuhkan anaknya. Dia bisa melihat betapa anaknya senang dan ceria begitu diberi ASI. Ibu juga tidak mau melihat anaknya sedih dan marah saat tidak diberi ASI.

    Terlebih, jika ibu tidak berkarier di luar rumah. Seringnya kontak dengan anak membuat ibu sulit menolak permintaannya, termasuk meminta ASI. Bedakan dengan wanita karier, yang produksi ASI-nya otomatis akan berkurang karena sibuk bekerja. Hambatan di atas terjadi juga pada ibu yang hendak menyapih secara bertahap saat anak berusia 1,5 tahun.

    Untuk mengatasinya, ibu harus bersikap lembut tetapi tegas dan konsisten. Jangan merasa ada perasaan bersalah karena hendak menyetop ASI. Tapi, hindarkan pula sikap terpaksa kala memberikan ASI. Lakukan penyapihan secara bertahap.

    BAGAIMANA JIKA DILIHAT DARI SISI ANAK?

    Menyapih di atas dua tahun tentu lebih sulit ketimbang di bawah usia itu. Di usia 1-2 tahun, anak masih mudah diajak bekerja sama. Sikap egosentris dan individualisnya belum terlalu besar. Kemampuan memorinya juga belum berkembang dengan baik, sehingga anak tidak terlalu menyimpan pengalaman indah dirinya dicintai dan disayangi saat menyusui.

    Di atas dua tahun, orangtua memang harus berupaya ekstra melakukan penyapihan karena anak sudah mulai bersikap egonsentris. Apa-apa yang dimintanya harus dipenuhi. Apalagi, jika sesuatu yang dimintanya identik dengan kasih sayang. Jika ditolak, anak akan melampiaskannya dengan temper tantrum, sikap yang membuat orangtua langsung menyerah.

    Untuk mengatasinya, lakukan aktivitas yang menyenang-kan antara ibu dan anak. Dengan demikian, anak akan tahu, meski tidak menyusu ASI, anak masih dicintai, disayangi, dan diperhatikan. Rajinlah berkomunikasi dengan si kecil. Luangkan juga waktu untuk bermain, mendongeng, atau mengajaknya jalan-jalan. Berikanlah reward berupa pelukan, ciuman, atau dekapan saat anak melakukan perilaku positif. Hal lain yang perlu diperhatikan, jangan sekali-kali menawarkan ASI, atau memberikan ASI sebagai jurus ampuh saat anak rewel, terjatuh, atau menangis.

    GANTI MENYUSUI ASI DENGAN AKTIVITAS MENYENANGKAN

    Ainul Mardiyah (28), ibunda Janeeta Az-Zahra Simanjuntak (3,5)

    "Saya mulai menyapih si kecil di usia 1 tahun 10 bulan. Selama waktu itu, saya berusaha mengurangi pemberian ASI secara bertahap. Caranya, setiap kali dia minta ASI di malam hari, saya langsung menggantinya dengan susu formula dalam botol. Mulanya dia menolak, tapi lama-lama dia mau juga.

    Agar dia benar-benar mau berhenti menyusu, saya atau suami selalu mengajaknya bermain sebelum tidur. Setelah kecapekan, dia pun tertidur dan lupa akan rutinitasnya mengisap puting susu sebelum tidur. Memang, di awal-awal masa penyapihan dia melakukan penolakan. Ada saja sikap rewelnya yang membuat kami kesal. Kadang juga minta dikelonin saat meminum susu dari botol. Saya turuti saja. Toh, itu merupakan salah satu bentuk pemberian kasih sayang, pengganti jalinan kasih sayang di kala menyusui. Lambat laun, sikap rewel anak berhenti. Saya pun senang karena berhasil menyapih Zahra tanpa 'kekerasan'. Tidak ada cairan pahit, plester, apalagi penolakan keras."

    STOP ASI LEWAT SLOW WEANING

    Luluk Lely Soraya Ichwan (32) ibu dari Alyssa Azmi Anantama Ardhya (3,5)

    "Sebetulnya proses menyapih saya lakukan ketika Alyssa (putri saya) menginjak 2 tahun. Pertimbangannya, banyak manfaat yang didapat dari menyusui baik secara fisik maupun psikologis. Secara fisik, si kecil tidak mudah sakit. Sedangkan secara psikologis, terjadi ikatan kasih sayang antara ibu dan anak. Menyusui sangat luar biasa.

    Jujur saja. Sebelum Alyssa berusia 2 tahun, saya mengalami dilema besar. Itu karena dari beberapa artikel yang ada, termasuk tabloid nakita (kiblat saya dalam membesarkan anak), rata-rata menyarankan anak berhenti menyusu di usia 2 tahun. Akhirnya saya menemukan sebuah sumber situs laktasi dan berkonsultasi dengan mereka. Jawabannya, memang enggak ada keharusan bahwa di usia 2 tahun anak harus stop minum ASI. Akhirnya, saya tetap menyusui Alyssa meski umurnya sudah lebih dari 2 tahun.

    Proses penyapihan saya lakukan secara perlahan dan bertahap, atau istilahnya slow weaning. Pertama, saya memberikan penjelasan, 'Nak, Alyssa kan sudah besar. Dah jadi kakak. Nah kalau kakak harusnya dah enggak minum ASI lagi. Jadi mulai sekarang kita belajar untuk enggak minum ASI lagi.' Alyssa pun awalnya menolak seraya mengatakan, 'Tapi Ica maunya disayang Mama. Ica mau minum ASI aja.' Akhirnya, saya coba mengalihkan perhatian Alyssa. Jika sudah ada tanda-tanda Alyssa minta menyusu, saya langsung ajak dia bermain, membaca buku, atau apa saja yang Alyssa suka. Lama-lama di usia 3 tahun Alyssa sudah berhenti sendiri minum ASI. Dialah yang memutuskan, dia mau berhenti minum ASI tanpa harus saya paksa."

    Saeful Imam, Heni Wiradimaja. Foto: Iman/nakita

    Reference: tabloid-nakita



    INDAH FASHION
    SALE MATERNITY/BIG SIZE& BREASTFEEDING,

    BABY UNTIL 5 YEARS BRANDED (CUBITUS,ETC)
    WOMAN DRESS,WOMAN JEANS PANTS NEW&RESONABLE

    SHIPPING AROUND THE WORLD
    WEB , http://indahfashion.blogspot.com

    e-mail:sweetye_indah@yahoo.com

    http://indahmoney.blogspot.com


    Custom Search

    PUT INDAH FASHION BANNER

    FEED BURNER

    growurl

    GrowUrl.com - growing your website