CARA AMAN & EFEKTIF MENYAPIH SI KECIL
Menyapih si batita dari ASI mudah saja asal dilakukan dengan
cara yang tepat.
Hingga kini masih banyak ibu
yang menggunakan
cara-
cara penyapihan seperti
yang dilakukan ibu-ibu zaman dulu. Dari mengoles putingnya dengan zat-zat
yang berasa pahit seperti jamu dan brotowali, sampai memplester puting. Bahkan ada
yang mengolesnya dengan obat merah. Padahal, sudah seharusnyalah kita meninggalkan
cara-
cara lama itu. Apalagi pada dasarnya,
menyapih anak dari ASI dapat dilakukan secara alami, sehingga anak lebih siap menerimanya.
Jika
menyapih dilakukan dengan
cara yang benar, maka kelekatan anak dengan ibunya akan berada dalam porsi
yang tepat. Maksudnya, anak dapat belajar bahwa ibu tetap mencintainya meskipun ia tak mendapatkan ASI lagi. Anak akan merasa, disapih bukanlah suatu
yang menyakitkan. Dengan begitu, efek lain
yang bisa timbul adalah anak belajar kemandirian.
SALAH
CARA MENYAPIH DAN EFEK
YANG MUNGKIN TIMBUL
1. Mengoleskan obat merah pada puting
Selain bisa menyebabkan anak mengalami keracunan, juga membuat anak belajar bahwa puting ibu ternyata tidak enak, bahkan bisa membuatnya sakit. Keadaan ini akan semakin parah jika ibu melakukannya secara tiba-tiba. Si kecil akan merasa ditolak ibunya. Dampak selanjutnya mudah diduga, anak akan merasa ibu tidak mencintainya.
Gaya kelekatan
yang muncul selanjutnya adalah avoidance (menghindar dalam suatu hubungan interpersonal). Hal ini dapat memengaruhi perkembangan kepribadian anak. Ia akan mengalami kesulitan untuk menjalin suatu hubungan intensif dengan orang lain. Hal ini terjadi karena di masa kanak-kanak ia merasa ditolak oleh orang tua, dalam hal ini ibunya.
2. Memberi perban/plester pada puting
Dibanding
cara nomor 1,
cara ini akan terasa lebih menyakitkan buat anak. Jika diberi obat merah, anak masih bisa menyentuh puting ibunya. Tetapi kalau sudah diperban/diplester, anak belajar bahwa puting ibunya adalah sesuatu
yang tak bisa dijangkau.
3. Dioleskan jamu, brotowali, atau kopi supaya pahit
Awalnya mungkin anak tak akan menikmati, tetapi lama-kelamaan anak bisa menikmatinya dan malah bergantung pada rasa pahit tersebut. Mengapa? Karena ia belajar, meskipun pahit tetapi masih tetap bercampur dengan puting ibunya.
Dampaknya, anak bisa mengembangkan suatu kepribadian
yang ambivalen, dalam arti ia tidak mengerti apakah ibu sebetulnya mencintainya atau tidak. "Bunda masih memberikan ASI, tapi kok tidak seperti biasanya, jadi pahit."
Parahnya lagi, kepribadian ambivalen bukan kepribadian
yang menyenangkan. Anak akan mengembangkan kecemasan dalam hubungan interpersonal nantinya.
4. Menitipkan anak ke rumah kakek-neneknya
Kehilangan ASI saja sudah cukup menyakitkan, apalagi ditambah kehilangan figur ibu. Ingat lo, anak kecil umumnya belum memiliki kemampuan adaptasi
yang baik. Jadi, dapat dibayangkan kondisi seperti ini bisa mengguncang jiwa anak, sehingga tak menutup kemungkinan anak merasa ditinggalkan.
Tentunya hal itu tak mudah bagi anak karena ada dua stressor (sumber stres)
yang dihadapinya, yakni ditinggalkan dan harus beradaptasi. Jadi jangan kaget, jika setelahnya anak pun butuh penyesuaian lagi terhadap ibunya. Malah akan timbul ketidakpercayaan anak terhadap ibu.
5. Selalu mengalihkan perhatian anak setiap menginginkan ASI
Meski masih batita, si kecil tetap bisa merasakan penolakan ibu
yang selalu mengalihkan perhatiannya saat ia menginginkan ASI. Kondisi ini juga membuat anak belajar berambivalensi. Misal, ibu selalu mengajak anak bermain setiap kali minta ASI. Tentu anak akan bertanya-tanya, "Bunda sayang aku enggak sih, kok aku enggak dikasih ASI? Tetapi kalau tidak sayang, kok masih ngajak aku main?"
6. Selalu bersikap cuek setiap anak menginginkan ASI
Anak jadi bingung dan bertanya-tanya, mengapa dirinya diperlakukan seperti itu. Dampaknya, anak bisa merasa tak disayang, merasa ditolak, sehingga padanya berkembanglah rasa rendah diri.
CARA YANG DIANJURKAN
Penyapihan alami/natural (child led weaning)
Inilah
cara yang terbaik karena tidak memaksa dan mengikuti tahap perkembangan anak. Tiap anak sebetulnya memiliki tahapan perkembangan alami
yang menandai ia siap untuk disapih. Contoh, ketika giginya mulai tumbuh dan sistem pencernaannya sudah terbentuk baik biasanya anak mulai bisa menikmati makanan padat, bukan lagi ASI. Dengan begitu ia pun mulai belajar secara natural untuk meninggalkan ASI.
Sayangnya
cara alami sering tak dipahami orang tua sehingga momentum
yang baik ini malah diabaikan. Sering, kan, acara makan bagi anak tidak diupayakan menyenangkan. Makanannya juga tidak disajikan secara menarik, tidak variatif, serta rasanya mungkin kurang enak. Dari situ, akan timbul kesan negatif terhadap aktivitas makan. Jadi sebaiknya, manfaatkan jadwal makan anak untuk memberikan perhatian dan gizi
yang baik. Dengan demikian, kelekatan emosional ibu-anak
yang tadinya terfasilitasi di saat menyusui dapat terimbangi dengan aktivitas lain sesuai tahap perkembagan di usia batita.
CARA-
CARA MENYAPIH INI BOLEH DILAKUKAN ASAL...
1. Memberi makan dan minum agar anak selalu kenyang sehingga lupa pada ASI
Cara ini boleh saja dilakukan untuk
menyapih, tetapi harus secara perlahan. Selain itu, afeksi
yang terjalin ketika ibu menyusui juga harus digantikan dengan sentuhan lain agar tetap terjaga hubungan kelekatan antara ibu dan anak. Jika kedua hal ini tak dilakukan, ditakutkan anak merasa ditolak.
Pada anak
yang sudah mengerti jika diajak berbicara, ibu dapat memberikan penjelasan kepadanya. Katakan bahwa sudah saatnya ia makan makanan lain atau minum susu selain ASI, tapi ibu tetap sayang padanya.
2. Memberi empeng atau dot sebagai pengganti puting
Yang penting afeksi dari ibu bisa tetap terjaga dengan
cara yang lain. Hanya saja, empeng atau dot bisa menciptakan ketergantungan baru sehingga memengaruhi struktur gigi-geligi anak. Jadi, bila ada
cara lain
yang lebih baik, hendaknya
cara ini tak digunakan.
3. Menjarang-jarangkan waktu pemberian ASI
Jika tadinya pemberian ASI dilakukan kapan saja anak mau, maka untuk menyapihnya perjarang pemberian menjadi misalnya 3 kali sehari. Lalu beberapa minggu kemudian menjadi 2 kali sehari dan 1 kali sehari hingga berhenti sama sekali.
Hal ini boleh saja dilakukan karena mengikuti prinsip gradual weaning (
menyapih secara bertahap). Maksudnya, anak disiapkan terlebih dahulu, sehingga ketika usianya genap 2 tahun, anak sudah siap tak mendapatkan ASI lagi. Biasanya
cara ini dilakukan ketika anak mulai memasuki usia 1 tahunan. Di waktu-waktu biasanya anak mendapatkan ASI, kini diganti dengan susu formula dalam gelas dan makanan padat.
Yang penting, pengurangan frekuensi pemberian ASI tidak membuat anak kaget. Termasuk dalam
cara bertahap ini adalah
menyapih sebagian (partial weaning). Contoh, si batita disapih waktu malam saja atau waktu siang saja.
4. Memberikan penjelasan kepada anak, setelah itu tak sekalipun memberikan ASI lagi
Cara menyapih seperti ini bisa dilakukan jika usia anak sudah mencapai 2 tahun. Akan tetapi, tidak memberikan ASI sama sekali sebagai pertanda ketegasan ibu sama saja dengan
menyapih secara mendadak (abrupt weaning). Dampaknya tetap negatif jika penjelasan ibu tidak bisa diterima; anak merasa ditolak oleh ibunya.
Apalagi jika sebelumnya tak ada pengondisian atau persiapan untuk anak terlebih dulu. Biasanya terjadi saat ibu memutuskan kembali bekerja karena merasa anak sudah cukup besar, ibu sakit sehingga tak boleh menyusui, ibu hamil lagi, atau produksi ASI berkurang drastis oleh karena satu dan lain hal.
Oleh karena itu, jelaskan pada anak alasan masuk akal mengapa harus berhenti menyusu pada ibu. Apakah karena usianya
yang sudah mencapai 2 tahun atau karena kondisi ibu memang tidak memungkinkan sehingga harus berhenti menyusui secara mendadak.
JANGAN
MENYAPIH BILA...
Penting diperhatikan, penyapihan hendaknya tidak dilakukan bila anak sedang mengalami suatu perubahan. Umpama, sedang tumbuh gigi, keluarga baru pindah rumah, atau si kecil baru saja masuk kelompok bermain. Dalam periode itu anak sedang perlu waktu untuk beradaptasi. Beradaptasi terhadap satu perubahan saja sudah sulit, apalagi jika ditambah dengan penyapihan. Terlebih lagi penyapihan melibatkan ikatan emosional ibu dan anak.
YANG JUGA PERLU DIPERHATIKAN
Saat mulai minum susu formula, ajari anak untuk menggunakan mug (cangkir), bukan dengan botol dot. Tujuannya agar secara perlahan-lahan anak tidak bergantung lagi pada puting susu ibunya. Dengan pengondisian ini, anak juga belajar bahwa puting susu ibu bukan satu-satunya alat untuk memperoleh susu.
Tentunya sambil melakukan
cara-
cara tersebut, ibu tetap harus menunjukkan afeksinya terhadap anak. Antara lain dengan memberikan sentuhan pada anak, semisal mengusap-usap rambutnya atau memeluknya. Namun caranya memeluk jangan seperti sedang memberikan ASI, melainkan peluklah dalam posisi
yang lain.
Jika anak sudah bisa diajak bicara, berilah penjelasan. Contoh, "Kamu sekarang sudah besar. Kamu perlu makanan lain selain ASI." Tekankan juga bahwa tidak minum ASI bukan berarti ibu tidak sayang lagi.
KENDALA DARI PIHAK IBU
Tak jarang terjadi, kendala penyapihan datang justru dari ibu sendiri. Ia tak bersedia
menyapih anaknya karena ada ikatan/ketergantungan emosional
yang kuat dengan anak. Kondisi ini bisa terjadi jika ibu terlalu menikmati perannya sebagai sosok
yang memberikan ASI kepada anak. Bisa juga dipengaruhi oleh perasaan dibutuhkan bahwa dirinyalah
yang dapat membuat anaknya tumbuh dan berkembang melalui ASI
yang diberikan.